PELOPOR MERCHANDISE INOVATIF DI INDONESIA PELOPOR MERCHANDISE INOVATIF DI INDONESIA

Ku Hadiahkan Safar dan Tabuk untuk Ayah Ibu Pergi Umroh

Bagikan:

Cerpen Rumah Komunitas: Dalam sujud yang panjang, aku memohon satu hal sederhana pada Tuhan — bukan untuk diriku, tapi untuk kedua orang tua yang kakinya tak pernah lelah melangkah demi masa depanku.

Malam itu terasa damai. Hanya ada suara angin dan detak jantung yang tenang di antara doa-doa yang aku panjatkan. Dalam sujud panjangku, aku memohon ampun dan izin kepada Sang Pencipta: “Ya Allah, izinkan aku menghadiahkan sepasang sandal terbaik untuk ayah dan ibuku — agar langkah mereka ringan menuju rumah-Mu.”

Namaku Agus, 23 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan distribusi bahan baku bakso — tepung kanji, terigu, dan bumbu-bumbu lain yang membuat para pedagang bisa terus menggulirkan rezeki. Tapi dalam hati kecilku, aku punya mimpi: suatu saat, aku ingin memiliki perusahaan sendiri, agar bisa membuka lapangan kerja untuk tetangga-tetanggaku, tanpa batas usia, tanpa syarat berlebihan syaratnya cukup satu “Suka sholat atau Tidak ?”

Setiap kali menerima gaji, aku sisihkan sebagian di celengan Semar. 2,5 persen untuk zakat, sebagian untuk orang tua, sebagian untuk tabungan, dan sedikit untuk riset kecil-kecilan membuat bakso yang kelak ingin aku jual sendiri.

Ayah dan ibu sering berpesan, “Jangan lupa sholat lima waktu, Gus. Itu yang bikin hidupmu tenang, meski dunia sibuk mengejarmu.”

Aku selalu menuruti pesan itu. Dan dalam setiap doa, ada satu permohonan yang tak pernah absen:

“Ya Allah, semoga ayah dan ibu bisa berangkat umroh.”

Suatu hari, doa itu dijawab dengan cara yang tak kusangka. Atasan di tempat kerjaku memanggilku. Ia bilang, perusahaan memberiku hadiah umroh karena kinerjaku membawa omset yang baik. Tapi yang membuatku terharu, perusahaan memberiku kebebasan untuk mengalihkan hadiah itu kepada orang tuaku.

Tangisku pecah. Aku tak bisa berkata apa-apa selain sujud syukur. Aku langsung menghubungi ibu. Ia sempat menolak, seperti biasa, “Uangnya buat kamu saja, Nak.” Tapi aku yakinkan, “Bu, ini bukan uangku. Ini doa Ibu dan Ayah yang Allah kabulkan lewat kerja tanganku.”

Sebulan menjelang keberangkatan, aku memecah celengan Semar. Dari uang tabungan itu, aku ingin memberikan sesuatu yang sederhana tapi bermakna — sepasang sandal Safar dan Tabuk. Aku pesan khusus dengan sablon inisial nama mereka: “OS” untuk ayah, “EK” untuk ibu.

Sandal itu tak sekadar alas kaki. Bahannya empuk dengan comfort foam insole agar langkah mereka nyaman di tanah suci. Jahitannya kuat, solnya anti licin — seperti doa yang kukirim, agar perjalanan mereka selamat dan penuh berkah.

Menjelang keberangkatan, selepas salat Subuh, aku mencuci kaki ayah dan ibu dengan air hangat. Kucium telapak kaki mereka, satu hal yang dulu sering kulupa lakukan. Lalu, dengan tangan bergetar, kupakaikan sandal Safar warna Tan untuk ibu dan Tabuk hitam untuk ayah.

“Maafkan Agus kalau banyak salah, Ayah… Ibu…,” suaraku pecah di antara pelukan.“Ibu, Ayah, kalau sudah di Mekkah nanti… doakan Agus, ya. Semoga Allah kasih senyum paling indah untuk keluarga kita.”

Pagi itu, langit terasa lebih terang, sejuk, dan berembun. Mungkin karena di balik awan itu, Tuhan sedang tersenyum — menyaksikan seorang anak yang menghadiahkan cinta paling tulus dalam bentuk sepasang sandal Safar dan Tabuk  (vick/12/11/2025)

Artikel Populer
Merchandise Terlaris
🎨Gratis custom untuk komunitas, perushaaan, organisasi, sekolah ataupun pribadi
Chat WA
Home Cari Login Keranjang WhatsApp Menu